Jejak-jejak Di Pantai Zaman

~The Footprints of Time~

BUKTI CINTA SEORANG SUAMI KEPADA ISTERI DAN KELUARGANYA


Kalimat cinta sungguh syahdu diungkapkan untuk didengari sang perawan . Begitulah kebalikannya, ia sangat didambakan sang pria yang dilambung deru angin cinta. Setiap patah perkataan yang dilontarkan berbunga-bunga walaupun berada dalam musim panas dan daun daunan kering berguguran.  Namun sesudah melampaui beberapa musim sejak diijab qabulkan, mahligai damai yang dijanjikan dan bulan serta bintang yang ditawarkan sebagai pernyataan cinta sejati , kini telah tidak memberi erti lagi justeru segala dambaan materi oleh rakus nafsu telah menjadi biasa  dan membosankan jiwa.


Bait-bait dan stanza-stanza puitis cinta tidak lagi didendangkan lantaran jiwa dan semangat muda sudah luntur. Bahtera perkahwinan memasuki samudera baru dan luas. Gelombang dan badai makin ganas dan menggerunkan. Nakhoda@juragan semakin cemas dan mabuk tidak keruan dilambung ombak besar. Tiap lantunan dan hunjaman ombak menantikan saat terpecahnya bahtera atau tertelannya bahtera dalam ngagaan mulut ombak raksasa.


Inilah gambaran kehidupan sebuah rumahtangga dengan berketuakan seorang suami@ayah yang tidak ada kemahiran mengemudi bahtera merentasi samudera kehidupan lantaran bekalan ilmu pelaut tidak dituntut dengan mendalam sebelum menyambut cabaran mengemudi bahtera besar Si Mendam Berahi. Isteri berpeleseran dalam kapal; anak-anak berkeliaran di geladak menikmati kemanisan duniawi yang mengkhayalkan.


 Nah! Mana dia bukti dan tanda sebuah cinta seorang suami yang Muslim berbanding Si Pelaut yang mabuk ini? Waduh! Jawabannya memang senang untuk diungkap, tetapi pelaksanaannya tetap gawat dan sulit digarapkan tanpa kesungguhan dan keikhlasan karena Allah, sebab ditakuti dayung tetap akan menunggu saat patah lantaran kerasnya pukulan deru ombak besar yang tidak kenal penat lelah mengejar pantai. Ayuh! Bangunlah kamu daripada pitam dan mabuk yang melekakan. Karena ombak tidak akan berhenti memukul sampai bila-bila. Saat aman dan tenang hanya seketika. Lunaslah tanggungjawabmu segera sebelum badai yang lebih besar menjelma.


Ingatlah kembali khutbah nikahmu. Apa kata Sang Kadhi agar kamu tidak tewas menyeberang lautan tak bertepi. Rentaplah tali pengikat di pengkalan. Bawalah isterimu yang baru menjadi kekasih bersamamu. Bawalah bekalan yang cukup. Ajarlah dia dengan ilmu pelaut. Mahirkanlah dia dengan ilmu bintang agar pelayaran tika malammu tidak menyesatkan. Anak-anakmu yang bakal lahir di atas bahtera itu, jadikanlah mereka kelasi-kelasi handal yang bukan sekadar berani merentas lautan, malah tidak gerun menentang lelanun yang mahu menumpaskan kamu sekeluarga agar tidak sampai ke Pulau Harapan. Bacalah sepuas hati mu lautan kecil dan besar yang kau lalui, agar ia menjadi lembaran kitab yang menajamkan aqalmu dan hatimu tega  berkorban menegakkan sebuah Baitul Muslim yang akan menyebarkan dakwah ke segenap pelusuk dan rantau yang kamu singgahi. Rawatlah luka dan dukamu dengan banyak berzikir ayat-ayat Allah. Peringatilah mereka, isteri dan anak-anakmu supaya tidak terpesona dengan kekayaan yang ada di bawah permukaan air. Ambillah sekadar perlu supaya alam laut tidak sirna lantaran tanganmu. Dan pastikan bahteramu sampai berlabuh di pantai syurgawi.  Itulah bukti dan tanda cintamu yang abadi. Cinta yang mengarah kepada keredhaan Tuhan Sarwa Alam. Bukan sekadar pandai beri makan dan minum kepada anak bini, mententeramkan  luapan  rasa rindu dendam isteri, macam orang lain yang juga mendakwa mencintai  isteri dan menyayangi anak-anak, namun hanya sekadar menyuapkan mulut yang ternganga, menyelimuti kesejukan tubuh yang menggigil dan menyekolahkan mereka untuk mengenal ABC @ alif ba' & ta'! Mencintai dan menyayangi mereka mesti dizahirkan dengan kerja keras memimpin mereka kepada syurga Allah dan menghindari malapetaka dahsyat neraka. Perhiasan duniawi dalam bentuk ilmu ontologi yang tidak berpaksikan Tauhid tiada maknanya; gelang emas dan permata mahal tiada ertinya, jikalau sentuhan tarbiyah tidak meratai dan menembusi jiwa anak-anak dan isteri-isteri yang seseungguh dan sepatutnya menjadi agenda utama dan tetap dalam kehidupan yang penuh dengan cinta membara. Ia harus dinyalakan saban tika, setiap saat ia panas membakar kesilapan dan dosa. Semua ini berlaku dalam tasbih dan zikir cinta abadi seorang suami dan ayah pada sebuah keluarga.


Inilah digelar Cinta Sejati. Cinta seperti ini tidak ada pada sang suami yang gersang dan tandus iman, yang hidup hanya sebagai manusia kerdil dan mati juga sebagai manusia kerdil, justeru terpisahnya iman dan praktis kehidupan Islaminya dengan ahli masyarakat, kecuali dalam lingkungan keluarganya sendiri.

Wallahua’lam.

Qalamunir
26 Februari 2012

0 comments: